512. berat
Keyza sudah duduk berdampingan dengan Cade di taman kecil rumah ini. Keduanya menatap penuh arti matahari yang sedang berdiri tegak di tengah-tengah langit putih itu. Keduanya memiliki rasa harap dan cemas yang berbeda-beda. Namun, do’a di hati kecil mereka sama; semoga semuanya bisa sembuh.
“Mama nggak jadi ikut ke sini?” Pertanyaan pertama dari Cade yang membuka obrolan empat mata diantara mereka.
“Hm … Mama nggak enak badan tadi pagi. Katanya udah bilang kok ke Tante Amara.” jawab Keyza dengan tenang.
Cade mendecih pelan saat mendengar dengan jelas Keyza memanggil Amara dengan sebutan ‘Tante’. Bukan lagi ‘Bunda’ seperti yang Keyra selalu lakukan dulu, bahkan jauh sebelum mereka menikah.
“Lucu ya. Padahal dulu, dari kecil, kamu selalu panggil Bunda, bukan Tante. Kamu marah karena dulu aku nggak suka kamu ikut-ikut panggil Bunda. Kamu maksa biar aku bolehin … Biar aku berubah pikiran, kamu beliin aku figuran Spongebob di pedagang kaki lima.” Cade tersenyum. Pikirannya berkelana dengan cepat mengingat semua kenangan masa kecil mereka.
Keyza pun sama, ia tersenyum. Seandainya ia mengingat semua kenangan itu, mungkin Keyza tidak akan merasa sehambar ini saat Cade menceritakan beberapa kisah masa kecil mereka. Tentang Keyza yang takut badut, tentang Keyza yang selalu menangis setiap selesai belajar naik sepeda dengan Cade, tentang Keyza yang sejak kecil mencintai bunga. Semua. Keyza rasa, Cade tahu semua tentang masa kecilnya. Ia tidak perlu ragu untuk hal itu.
Keyza masih diam mendengarkan semua ocehan Cade yang belum juga berakhir. Sampai tiba-tiba, Cade mempertanyakan hal yang membuat Keyza memberikan seluruh atensinya pada lelaki itu.
“Kalau kamu inget semua itu, kamu nggak akan dateng ke rumah ini dengan laki-laki lain, ya, Key?”
Keyza menatap laki-laki di sampingnya penuh selidik. “Apa kamu kira, cinta buta itu benar-benar ada?” Lalu tatapannya beralih pada hamparan langit kosong di depannya.
“Kalau aja aku nggak kecelakaan, kalau aja aku masih bertahan sama kamu yang sejahat itu, kamu kira hati aku, batin aku, bakal baik-baik aja kah, Cade?”
”You looked like that before. You’re okay. With me.” jawab Cade datar.
”No, i didn’t. Kamu cuma liat aku dari luar. Kamu nggak pernah sekali pun merasa perlu tau tentang apa yang aku rasakan, kan? Kamu cuma berpikir, aku yang saat itu mencintai kamu bakal terus baik-baik aja even though you’re slept with other girl. But actually not, Cade. It never feels good. I was never be okay.”
Keyza merasakan lagi hatinya yang hancur. Keyza mengingat semua tulisan di buku harian itu. Semua yang tertulis di sana seakan-akan adalah mantra yang tidak boleh Keyza lupakan. Keyza harus ingat bahwa ia pernah disakiti sebegitu dalamnya oleh laki-laki di sampingnya.
”I know you have a reason. Or maybe many reasons. Kamu mau cita-cita kamu terwujud. Kamu nggak mau mengecewakan keluarga kamu. Oke, I’m deal with that. Tapi, kenapa bahkan setelah mengugurkan anak kamu, menikahi aku, kamu nggak membaik? Bahkan kamu masih tidur di rumah perempuan lain, Cade … .”
“Kalau kamu takut sama anceman itu, kenapa aku nggak dikasih tau? Kenapa kamu nggak percaya aku untuk hadepin itu bareng-bareng? Kenapa kamu malah melaju sendiri dan ngorbanin aku, Cade? You said you love me but you left me first.”
Keduanya menciptakan hening beberapa saat. Cade tidak dapat menjawab pertanyaan Keyza, karena ia tahu ini semua murni kesalahannya. Point yang disebutkan Keyza, memang salahnya.
“Aku sadar, omongan kamu tentang aku yang i love you that much itu bener. Di buku harian itu, nggak ada sekali pun Keyra tulis keburukan kamu. Aku bisa nyimpulin, kalau aku emang i loved you that much.”
*”And also i am. I love you that much. Aku tau aku salah. Tapi, empat tahun tanpa kamu bukan hal yang mudah, Key. Empat tahun aku tersiksa sama rasa penyesalan aku. I ever think i’m gonna follow you to the heaven. Aku tau ini semua mungkin emang hukuman yang Tuhan kasih buat aku. But now, you here. Can you forgive me? Give me a second chance, Key. Apa kamu nggak ada rasa sedikit pun buat aku?” tanya Cade dengan suara yang sudah mulai parau.
Ini bukan hanya tentang Keyza. Ini juga tentangnya. Cade merasa bodoh, tapi di lain sisi ia sangat sadar bahwa keputusannya sejak awal sudah salah. Sejak ia tidur dengan Yura dan merelakan nyawa anaknya sendiri melayang.
Cade merasa dadanya tidak kalah sesak saat melihat Keyza mulai menitiskan air matanya. Ia juga sakit. Ia tidak pernah baik-baik saja sejak tahu bahwa perlakuannya menyakiti Keyra begitu dalam.
“Aku nyesel. Sumpah. Aku nggak tau harus jelasin ke kamu gimana lagi, Key. But it’s totally hurt me tho. Aku nggak akan mencari pembelaan. Aku tau aku salah. Tapi aku udah berubah, Key. Yura udah nggak ada di sisi aku. Tante Ratih juga udah ditahan. Can you see me now?”
Keyza menghapus bulir air mata yang berhasil membasahi pipinya. Ia tarik udara bersih di sekitarnya sebanyak-banyaknya untuk menenangkan sejenak pikirannya.
*”I forgive you but for second chance, no. Sorry, i can’t. Kamu inget waktu kita jogging bareng? Kamu bilang, kamu nggak akan kemana-mana, tapi setelah aku dari kamar mandi, kamu pergi. Kamu belum sepenuhnya berubah, Cade. Dan aku nggak mau ambil resiko.”
Cade kembali merasakan hatinya patah. Cade kembali merasakan dadanya tertusuk persis seperti saat ia mengetahui Keyra tidak selamat di kecelakaan empat tahun lalu. Tangannya bergerak untuk menyanggah wajahnya di atas kedua lututnya. Lalu tanpa aba-aba, Cade mendudukan dirinya di depan kaki Keyza.
“Maaf. Maaf karena aku nggak bisa nunjukkin rasa sayang aku ke kamu dulu. Maaf karena aku nggak pernah menjadikan kamu prioritas. Maaf untuk luka yang aku buat, Key. Maaf karena aku terlalu egois. Aku mohon, jangan tinggalin aku lagi.”
Keyza menggeleng lemah menatap Cade yang terduduk di bawahnya. Keyza enggan berpikir dua kali. Keputusannya sudah bulat. Ia tidak ingin mengambil resiko untuk kembali menerima penyebab lukanya. Keyza tidak seberani itu.
”I don’t. We can be friend but for in relationship again, i won’t.”
Lalu kedua tangan Keyza menepuk pelan pundak kokoh milik Cade. Keyza mengajak Cade untuk berdiri dari posisinya.
“Cade, kita berdua tau bahwa nggak ada yang baik dalam hubungan ini. Aku dan kamu sama-sama terluka. We can’t heal each other. Aku udah maafin kamu. Keluarga kita juga tetap bisa menjalin hubungan baik. Dan kamu juga harus maafin diri kamu sendiri. Semua yang udah terjadi nggak bisa kamu ubah, Cade.”
Sebelum Keyza beranjak pergi, Cade menahan lengannya lalu menarik perempuan itu untuk masuk ke dalam dekapannya.
”Please, let me hug you. Please, just a moment.”
Keyza tidak bisa melawan. Lagian, mau bagaimanapun Keyza paham sebesar apa rasa rindu laki-laki itu kepada dirinya. Kepada Keyranya.
Keduanya terdiam dalam dekapan masing-masing. Tangan Keyza terulur untuk mengelus pelan punggung Cade sebelum melepasnya.
“Kamu harus mulai bahagia ya, Cade? I’m sure, someday you will find your true love.” Keyza mulai mengambil tas kecilnya lalu hendak memasuki rumah untuk berpamitan. Namun suara Cade menghentikan langkahnya.
“Key, ini amplop apa?” tanya Cade saat ekor matanya mendapati amplop berwarna cokelat tergeletak di pinggir kursi yang diduduki Keyza.
“Surat perceraian. Aku mau kita resmi pisah.”
-ayya.