446. you are the reason

Nathan memberhentikan mobilnya di salah satu jalan utama di kota Jakarta.

Padatnya kendaraan yang berlalu lalang memenuhi pandangan Kayla saat ini. Tentunya ditemani pemandangan langit kota berwarna orange dikarenakan matahari sudah mulai terbenam dan juga Nathan di sampingnya. Lelaki yang masih setia menempatkan matanya untuk tetap menatap satu-satunya objek hidup di hadapannya.

Merasa sedikit canggung karena belum ada percakapan yang memecah keheningan di dalam mobil, Kayla berinsiatif untuk menyalakan radio dan lagu The reason – Hoobastank langsung menyapa untuk menggantikan hening diantara mereka berdua.

Belum sempat tangan Kayla kembali ke posisi awalnya, di atas kedua pahanya, Nathan lebih dulu mengambil alih kedua tangan Kayla untuk ia genggam. Tubuhnya bergerak pelan untuk menghadap Kayla sepenuhnya.

Kayla gugup. Terlalu tiba-tiba. Pikiran dan hatinya belum sempat menebak apa yang akan dilakukan Nathan dengan posisi seperti ini. Wajahnya sedikit tegang dan Nathan sadar akan hal itu.

“Kay, ahaha, kenapa kok tegang?” tanya Nathan dengan tawa di bibir tipisnya, “aku nggak mau ngapa-ngapain kok. Mau pegang aja. Kangen.”

Setelahnya Kayla mulai membuang nafasnya yang entah sejak kapan ia tahan. Wajahnya sudah lebih rileks dan sedikit mengulum senyum untuk menahan rasa malu yang tiba-tiba datang.

“Kay, aku seneng banget bisa denger kamu cerita panjang kali lebar hari ini ... di depan aku.” tutur Nathan masih dengan mata dan tangan yang tidak lepas dari Kayla. Seakan-akan perempuan di depannya itu hanya satu-satunya anugerah Tuhan yang paling indah di dunia ini.

“Gue bawel banget, ya? Lo nggak nyaman, ya? Aduh sorry, Nat. Gue tuh ... ,” perkataan Kayla terputus karena Nathan lebih dulu menarik tangan Kayla menuju dada kirinya. Bermaksud untuk membuat Kayla paham tentang keadaannya, yang selalu berdegup kencang saking bahagianya setiap bersama Kayla. Nathan tersenyum melihat Kayla yang mengatupkan bibirnya, “Kerasa, kan? Jantung aku kayak gini, bukan karena nggak nyaman. Bukan karena nggak suka atau keganggu. Ini karena aku bahagia banget, Kay. Aku kangen banget liat kamu ceria kayak seharian ini. Aku kangen banget.

Aku bahagia, Kay. Makasih ya karena luangin waktu kamu buat aku. Makasih udah ngisi hari-hari aku 3 bulan belakangan ini.” kata Nathan dengan lembut. Entah Nathan sadar akan hal ini atau tidak, tapi Kayla sangat sadar bahwa intonasi laki-laki ini semakin rendah.

Apa Nathan kecapean ya?

Dan apa yang dilihat Kayla setelahnya seakan mengiyakan pertanyaan di benaknya. Kayla tidak sengaja melihat ke bagian bawah jok bagian belakang dan menemukan plastik putih yang Kayla yakin ada beberapa obat di sana.

Kayla menolehkan kembali wajahnya menghadap Nathan, “Lo sakit? Lo kecapean?” tanya Kayla sedikit panik, tangannya memegang dahi Nathan untuk mengecek suhu tubuh laki-laki itu, “kok lo gak bilang sih? Badan lo agak anget gini, Nat. Kita pulang, ya. Mau gantian nyetir?”

Kayla sudah akan membuka pintu mobil untuk berpindah ke posisi pengemudi, namun lengannya di tahan. Nathan menatap Kayla sayang. Matanya begitu menyiratkan rasa tidak ingin kehilangan.

Belum sempat Nathan membuka mulutnya untuk berbicara, suara dari radio mobil tiba-tiba memecah fokus keduanya. Suara Rain. Iya, Rainnya Kaylani.

“So gimana nih hari kalian? Sesuai harapan kalian kah? Gue sama Ale mau berbagai tips nih menghadapi kenyataan yang nggak sesuai sama ekspektasi kalian. Check it out.” Tangan Nathan bergerak untuk sedikit mengecilkan volume radio lalu berpindah posisi di rambut gadisnya. Mengelus lembut di sana, lalu tangannya yang lain memeluk Kayla erat dan hangat.

“Kay, kamu harus inget ini, ya. Kebahagiaan kamu itu segalanya buat aku. Apapun keputusan kamu buat hidup kamu lebih baik, aku akan selalu ada buat dukung kamu. Kamu itu sumber bahagia aku, Kay. Kamu sumber penyemangat aku setiap bangun pagi. Kamu alasan aku kenapa aku bisa bertahan selama ini. Apapun itu, sumpah, aku cuma mau kamu bahagia.

Karena hadirnya kamu bener-bener udah buat aku bahagia dan menikmati hidup aku. Kamu selalu jadi alasan kenapa aku bersyukur masih diberi kesempatan bernafas, Kay. Kamu perempuan kuat, perempuan baik dan cantik. Semua orang disekitar kamu bersyukur punya kamu. So, please, kamu harus bahagia, ya?”

Belum, Kayla belum ingin menjawab. Air matanya tanpa sadar sudah mengalir untuk membasahi pundak Nathan. Kayla merasa amat sangat disayangi dan dihargai oleh laki-laki ini. Hatinya menghangat. Sangat.

“Even though, someday, aku terpaksa harus biarin kamu sendirian di sini, aku mohon kamu harus ikutin kata hati kamu. Berhenti egois, Kay. Datengin Rain kalau itu yang hati kamu inginkan. Dimanapun aku saat itu, kamu harus percaya, aku nggak apa-apa. Aku dukung kamu, selama kamu bahagia.”

Lagi. Entah sudah sampai hitungan keberapa Nathan menyebutkan bahwa prioritasnya hanya untuk membuat Kayla bahagia. Berkali-kali ia ulang kata itu untuk meyakinkan gadis di pelukannya, bahwa apapun yang terjadi nanti Kayla harus mengikuti kata hati kecilnya.

Dan Nathan akan selalu mendukung keputusan Kayla, apapun itu.

Kayla mencubit kecil pinggang pacarnya itu, “Lo nggak bakal kemana-mana. Gue percaya lo orang yang nepatin janji. Gue yakin lo nggak akan ingkar janji sama gue. Lo nggak akan tinggalin gue sendiri.”

Nathan tersenyum pilu di balik punggung Kayla. Maaf, untuk janji yang itu. Maaf, Kay.

Air matanya ikut turun membasahi pipinya. Nathan tidak bisa mengatakan terus terang bahwa sakit ginjal yang dideritanya semakin menggeruk habis kesehatannya. Nathan tidak bisa, Nathan tidak bisa melihat Kayla menangis untuk dirinya.

Nathan sedikit meringis ketika tangan Kayla mulai melonggarkan pelukan mereka dan mengajak Nathan untuk segera pulang karena wajahnya yang semakin pucat.

Ngilu. Pinggangnya sangat ngilu dan Nathan harus bertahan. Nathan harus mengantar Kayla pulang dan mencium dahi gadis itu sebelum pergi dari rumah Kayla yang mungkin tidak akan ia kunjungi untuk waktu yang sedikit panjang.

Jadi, dengan kaki gemetar yang ia tahan mati-matian agar Kayla tidak melihatnya, Nathan berusaha mengendarai mobilnya dengan aman sampai keinginannya untuk mengantar Kayla pulang tercapai.

Nathan memeluk Kayla sedikit lebih lama di depan pagar rumah bernuansa hitam putih ini lalu mencium dahi gadis itu penuh sayang. Ya Tuhan, tolong kasih kesempatan Nathan ngelakuin ini lagi di lain waktu.

“Sampai kamar jangan lupa ganti bajunya dulu, ya, baru tidur. Tidur yang nyenyak, Kay. Have a nice dream, cantiknya Nathan. I love you.”

Kayla tersenyum manis mendengar perkataan Nathan lalu bergerak cepat mencium pipi Nathan sebelum berlari ke dalam rumah karena malu.

Nathan tersenyum. Kalau saat itu Kayla tahu tentang sakitnya Nathan, mungkin ia tidak akan melangkahkan kakinya sedikitpun untuk masuk ke dalam rumah.

Kalau saat itu Kayla menolehkan sedikit kepalanya sebelum menutup pintu, mungkin Kayla yang akan mengantar Nathan ke rumah sakit malam itu juga.

-hhaolimau_