364. boom!

Byan tidak memedulikan seperti apa posisi mobilnya yang terparkir seenaknya di depan Rumah Sakit Dahlia. Hoodienya ia biarkan terpakai asal. Begitu juga dengan tali sepatunya yang tidak sepenuhnya terikat.

Langkahnya bergerak cepat menulusuri koridor rumah sakit setelah mendapat info bahwa Keyza sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Hatinya bergemuruh. Cemas, takut, marah, semua berbaur menjadi satu.

Byan mengangkat telponnya yang berdering tepat sebelum ia membuka pintu kamar pasien di depannya.

“Cari pelakunya malam ini juga. Kirim semua rekaman CCTV di wilayah sana ke Pak Surya. Pelakunya sama dengan tragedi teror di apartemen Roseanne … Pak Surya akan menangkap dia secepatnya.” ujar Byan dengan rahang yang sudah mengeras dan tangannya yang meremat keras knopi pintu. Ia menarik napas panjang untuk mengubur dalam-dalam emosinya. Ia tidak boleh terlihat penuh amarah untuk menenangkan Keyza yang terbaring lemah di ranjang pasien.

Dua kali. Dua kali Byan harus menghadapi keadaan seperti ini. Keadaan dimana perempuan di depannya terbaring lemah tidak sadarkan diri. Kedua kalinya dan penyebab kecelakaannya masih sama.

Setelah mendudukkan dirinya di samping ranjang Keyza, Byan meraih tangan pucat perempuan itu. Membawanya dalam sebuah genggaman hangat.

Byan takut. Ia sangat takut ketika pikirannya menerka-nerka apa efek yang Keyza dapatkan saat membuka matanya kali ini?

Sungguh, Byan berani sumpah ia akan menghajar Cade habis-habisan jika sesuatu yang serius menimpa Keyza.

Lamunan Byan terpecah ketika ia merasakan tangan yang ia genggam bergerak pelan di atas jarinya.

“Key, what do you feel?” Byan sudah akan berdiri dari tempatnya, namun jari Keyza menahan ujung hoodienya.

“Apa? Kamu butuh apa?”

Kedua manusia rapuh ciptaan Tuhan itu saling menatap dan terdiam dalam beberapa detik. Dan tanpa direncanakan, si gadis mulai menitikkan air matanya.

“Takut, Bi.” Itu adalah kata pertama yang keluar dari bibir mungil Keyza. Byan sedikit bernapas lega, Keyza tidak lupa.

Byan bergerak cepat untuk memeluk gadis itu. Posisinya sedikit berbaring di dekat kepala Keyza untuk meletakkan dadanya sebagai tumpuan menangis.

Tangan Byan mengelus lembut pundak Keyza. Menenangkannya seperti yang biasa ia lakukan di Paris.

“Aku takut. Suara benturannya kenceng banget … Bi … .” Kedua tangan Keyza mulai gemetar.

“Aku di sini, Key. Kamu di sini sama aku. Kamu nggak akan sendiri kemana-mana, ok? Kamu aman, Keyza. You always have me. Sorry for letting you feel this again. I’m sorry.”

Keyza mengeluarkan semua rasa takut yang tiba-tiba mendatanginya ketika ia membuka matanya tadi. Ingatannya merekam jelas tentang kecelakaan yang baru saja terjadi menimpa dirinya dan Cade. Bagaimana mini bus itu melaju kencang dari sebelah kiri dan menabrak bagian depan mobil Cade sampai hancur. Keyza terluka lebih banyak dari Cade karena tubrukan itu terjadi di sisi penumpang. Beruntung tidak ada luka serius yang menimpa keduanya.

Tangan kecil Keyza yang mencengkram hoodie Byan mulai melonggar. Byan dapat merasakan Keyza sudah mulai tenang.

“Kamu nggak perlu takut sendirian, Key. Aku, aku yang lebih takut waktu dapet info kamu ditabrak. Nggak apa-apa, kamu keren. Badan kamu nih udah aku lapisin baja dari 4 tahun lalu, jadi udah kuat banget deh.” Byan sengaja menambahkan guyonan murahannya untuk sedikit menghibur Keyza. Dan tentu saja itu berhasil. Keyza tersenyum lebar meski dahinya dibalut perban yang cukup besar.

“Oh iya, Bi, Cade gimana?” tanya Keyza saat ia baru menyadari bahwa di kamar ini hanya ada satu ranjang pasien yang ditempati dirinya.

“Di kamar sebelah. Nggak perlu khawatir, dia juga nggak parah kok. Malah parahan kamu lukanya.” kata Byan dengan nada yang sedikit sinis di akhir.

Mendengar itu, Keyza hanya menganggukkan kepalanya menandakan ia tidak ingin bertanya lebih lanjut untuk saat ini.

“Aku lagi cari pelaku yang tabrak mobil Cade … Aku khawatir ini bukan sekedar kecelakaan, tapi percobaan pembunuhan.”

Keyza membelalakkan kedua matanya mendengar pernyataan tersebut.

“Kamu nggak punya musuh. Tapi, Cade punya banyak. Ini bukan tentang kamu, tapi Cade. Kamu tau sendiri sebesar apa pengaruh dia dan serese apa dia.”

Keyza tersenyum kecil menanggapinya. “Kamu sama Cade itu mirip. Sama-sama rese, hehe.”

Kali ini, Byan yang membelalakkan matanya. Apa katanya? Mirip? Enak aja!

“Key, kamu nggak salah? Otak kamu aman, kan?”

Pertanyaan dari Byan sontak membuat tangan Keyza yang tidak diinfus memukul pelan lengannya. “Kurang ajar, ya, kamu.” Lalu tawa keduanya menguar di dalam kamar rawat ini.

Ya Tuhan, membuat Keyza tersenyum itu bukan hal yang sulit. Perempuan ini sangat sederhana. Tapi, mengapa suaminya dulu tidak pernah sedikit pun membuatnya bahagia?

———

Byan menutup pintu kamar pasien Keyza setelah Mama Santika dan Rey datang. Ia memilih keluar dan memberikan kesempatan keluarga kecil itu untuk berbicara dengan nyaman.

Kemudian kakinya melangkah menuju pintu kamar pasien lain yang berada persis di depan kamar rawat Keyza.

Tangannya mengetuk pintu beberapa kali sampai terdengar sahutan bahwa dirinya diperbolehkan masuk ke dalam.

Byan tidak bisa menahan emosinya ketika dengan jelas ia dapat melihat Cade yang dengan santainya duduk bersender si ranjang pasien lengkap dengan satu buah apel di tangannya.

Emosi di hatinya membawa tangannya untuk mencengkram kasar kerah baju pasien Cade. Byan bahkan tidak sadar bahwa Ibu Meilleur Amara dan Meilleur Gaby ada di ruangan ini.

Belum sepatah kata pun keluar dari mulut Byan maupun Cade, tarikan kasar pada bagian atas hoodie Byan sukses membuat cengkramannya terlepas.

“Lo siapa!? Ngapain!? Dateng-dateng gituin Abang gue. Ada masalah apa lo?”

Ya, itu suara Gaby. Perempuan berwatak keras dari keluarga Meilleur.

Byan menyeringai. “Gaby ya? Adik dari laki-laki pengecut ini?”

plak. Tamparan dari Gaby mendarat mulus di pipi kiri Byan. Amara yang sedari tadi diam, mulai bergerak mendekat untuk menahan emosi anak bungsunya.

“Jaga omongan lo!” seru Gaby tepat di depan wajah Byan.

Byan tidak marah ataupun terkejut. Yang ia lakukan malah sebaliknya. Ia menyeringai remeh.

“Lo Meilleur Gaby. Perempuan yang terpaksa harus nerima teror berkali-kali karena tingkah Abang lo. Tapi, gue yakin lo nggak tau kenapa lo harus nerima teror itu, ya, kan? Abang lo yang pengecut ini pasti nggak berani bilang alasannya, kan?”

Kalimat Byan berhenti bersamaan dengan suara ranjang yang bergeser. Cade berdiri memapah tubuhnya yang masih lemas untuk menghadapi Byan di depannya.

”It’s not your business. Keluar. Kalau lo ke sini cuma mau ngamuk, better not now. Jangan melewati batas, Anahtar Byan.” Cade memberi tatapan nyalang untuk Byan. Lengannya digenggam erat oleh Gaby karena tubuhnya yang terasa bisa ambruk kapan saja.

“Kenapa? Lo takut keluarga lo yang sayang sama lo ini tau kebusukan apa yang lo buat dulu? Lo takut dua perempuan kesayangan lo ini kecewa persis kayak yang Keyra rasain dulu? Lo pengecut, Cade. Lo nggak berubah.”

Amara menatap Byan penuh selidik saat nama menantu kesayangannya dilontarkan. Begitu juga Gaby. Keduanya terheran, siapa sebenarnya laki-laki bernama Byan ini?

“Keluar, Anahtar Byan. Nggak sekarang.”

Muak dengan ucapan Cade yang tidak berubah, Byan membuang kasar napasnya dan berniat keluar dari ruangan penuh rahasia ini. Tapi, langkahnya terhenti karena uluran tangan seseorang menghalangi jalannya.

“Ada apa sama Kak Keyra? Apa teror gue ada sangkut pautnya sama Kak Keyra? Kenapa lo muncul sekarang? Lo siapa?”

Gaby memberanikan diri untuk mencari jawaban dari rasa penasarannya selama ini. Jika Cade selalu menunda untuk memberi tahu alasannya, maka ia harus mengejar sumber lain yang mengetahui hal ini.

“Pelaku teror lo adalah orang tua dari mantan pacar Abang lo. Dia terobsesi sama Abang lo.”

Satu fakta mengejutkan itu membuat tangan Gaby yang terulur tadi kembali ke tempatnya. Ia tahu persis bahwa hanya ada satu nama yang pernah menjadi kekasih Abangnya. Yura.

Byan menatap kedua netra Cade dengan tajam. Ia tidak takut meski ia tahu saat ini Cade sedang menahan amarahnya yang sudah memuncak.

“Abang lo lebih memilih mantan pacarnya dibanding istrinya sendiri, Keyra. Abang lo pengecut. Abang lo brengsek. Dia terus-terusan nyakitin Keyra bahkan sampai kecelakaan besar menimpa Keyra 4 tahun lalu.”

Byan dapat menangkap dengan jelas kedua tangan Amara mulai mengepal keras di sisi tubuhnya.

Byan berdiri mendekat ke hadapan Cade. Jarinya kembali mencengkram kerah baju Cade.

“Dan kecelakaan tadi juga disebabkan oleh orang yang sama seperti teror lo. Abang lo tau semuanya. Tapi, coba lo liat. He does nothing. Dia malah enak-enakan makan apel disaat dia tau dengan jelas lo dan Keyra dalam bahaya. Brengsek.”

Byan tidak lagi menahan emosinya untuk memukul keras pelipis Cade. Gaby dan Amara bahkan tidak bisa menahan gerakan Byan yang cepat.

“Emang bener ya apa yang orang bilang. Cowok sekali brengsek bakal terus brengsek. Gue bisa urus orang itu tanpa lo, Cade. Gue yang akan memenjarakan dia dengan tangan gue sendiri.”

Byan melangkahkan kakinya menjauh dari tubuh Cade yang sudah tersengkur di atas ranjangnya. Sudah cukup. Ia tidak perlu menghabiskan waktunya untuk mengurus keluarga ini.

Namun, sebuah pertanyaan yang dilontarkan Amara membuatnya menahan gerakan kakinya. “Dari mana kamu tau semua itu? Dan untuk apa kamu sepeduli ini dengan Keyra yang sudah lama meninggal?”

Byan tersenyum kecil sebelum menjawab pertanyaan itu. “Semua tentang Cade, Yura dan Keyra sudah saya selidiki tanpa meninggalkan jejak sedikit pun sejak 4 tahun lalu. Sejak saya membawa tubuh ringkih dan penuh darah Keyra ke rumah sakit. Sejak nama saya adalah nama pertama yang keluar dari bibir Keyra setelah ia koma selama hampir 2 bulan di Paris.”

“Dan Anda bertanya siapa saya? Saya Anahtar Byan. CEO Anahtar inc. yang sedang memiliki projek besar dengan perusahaan Meilleur Anda. Kenapa saya sepeduli ini? Karena ini kali kedua anak Anda menyebkan gadis yang saya cintai terbaring di ranjang pasien.”

Melihat raut kebingungan yang semakin jelas di wajah Amara dan Gaby membuat Byan paham, bahwa Cade tidak menceritakan apa pun sejak ia sadarkan diri tadi. Lagi-lagi Byan tersenyum remeh.

“Karena anak lelaki Anda mungkin tidak memiliki nyali untuk memberi tahu Anda, maka biar saya yang memberi tahu …

Anak anda mengalami kecelakaan bersama perempuan yang saya cintai. Keyra.”

“Keyra masih hidup. Dan anak Anda hampir membuat dia kehilangan nyawanya untuk kali kedua.”

Terdengar suara benda pecah setelah Byan melangkah untuk keluar pintu. Tubuh Amara yang gemetar secara tidak sengaja menjatuhkan vas bunga di nakas rumah sakit.

Ini terlalu tiba-tiba. Fakta jika orang tua Yura adalah pelaku teror dan kecelakaan ini sangat membuatnya terkejut. Terlebih ketika akalnya mulai mencerna kalimat terakhir Byan mengenai Keyra, air mata Amara mulai mengalir membasahi pipinya.

“Keyra masih hidup.”

-ayya.