31, a stranger.

Rain mendekap tubuh perempuan setengah sadar ini dengan sekuat tenaga. Mencoba merogoh tas kecil hitam di pundaknya untuk mengambil key card kamar no. 345 di salah satu hotel classic London.

Rain mana pernah menyangka bahwa situasi saat ini menjadi salah satu cerita yang akan dia pamerkan ke Kayla nanti. Gue ngebopong cewe mabok yang waktu itu sampe ke kamar hotelnya.

“Aku nggak mau pulang, nggak mau, please jangan bawa aku pulang ke rumah.”, perempuan setengah sadar itu merengek ketika Rain mulai membaringkannya di tempat tidur berukuran king size ini.

“Iya, Mentari. Lo di hotel kali ini. Nggak gue anterin ke rumah.”, jawab Rain acuh sambil mencoba melepaskan high heels dan jas biru dongkernya. Rain bahkan membantu melepaskan kuncir rambut yang mengikat tinggi rambut panjang Mentari.

Tapi, tiba-tiba Mentari duduk. Berjalan ke arah wastafel dan mencuci mukanya. Lalu berbalik badan untuk menatap laki-laki asing yang saat ini ada di kamarnya, menatapnya sedikit terkejut.

“Kamu cowo yang nolongin aku di Jakarta, kan? Kok bisa ada di sini?”, Mentari memandang Rain dari ujung rambut sampai ujung kakinya.

“Lah lo cuci muka doang terus sadar? Buset keren banget.”, Rain sedikit tertawa, “Iya, itu gue, gue Rain.”, Rain mendekat, memberi tangannya untuk mengajak Mentari bersalaman.

Tapi lagi-lagi yang dilakukan perempuan ini mengejutkannya, Mentari mendekat dan mengikis jarak di antara mereka. Bahkan tangannya sudah melingkar sempurna di leher Rain.

“Yeh gue kira lo udah sadar”, Rain mengeluh pelan, tangannya dengan reflek memegang pinggang Mentari, karena tubuh perempuan itu yang masih oleng.

“Namanya bagus, Rain. Aku mau cium, boleh nggak sih?”, belum sempat Rain menolak, atau sekedar mencerna lebih jelas maksud perempuan di hadapannya, Mentari sudah menyatukan bibir keduanya dengan mata terpejam dan kaki yang sedikit berjinjit.

Rain terdiam, mencerna apa yang sebenarnya perempuan ini rasakan, apa yang sebenarnya perempuan ini hadapi sampai dia sangat tidak ingin pulang ke rumah.

Tidak lama, dering telfon dari saku celana jeansnya membuyarkan lamunannya dan reflek bergerak mendorong Mentari sampai perempuan itu kembali telentang di kasur.

Demi Tuhan, baru kali ini gue bersyukur punya temen dengan nama Ale.