216. break
Cade berjalan gontai menuju salah satu meja di kafe bernuansa cokelat ini. Kedua tangannya membawa cangkir yang masing-masing berisi coffeelatte, satu untuk dirinya dan satu lagi untuk gadisnya. Ah mungkin belum pantas ia sebut sebagai ‘gadisnya’ lagi.
Perempuan yang sedang mengikat tinggi rambutnya itu segera meletakkan kembali kedua tangannya di atas meja. Menjawab senyum di wajah Cade dengan senyum manis yang ia miliki.
“Keringetan banget, ya?” tanya Cade setelah tubuhnya sudah duduk rapi di kursi.
Keyza mengambil cangkir yang diberikan Cade lalu sebelum meminum isinya, ia menjawab, “Banget. Aku udah lama nggak olahraga sebegininya.” Lalu tawa kecilnya terbit.
Cade tersenyum. Netranya menjelajahi lekuk wajah Keyza di depannya. Perempuan di depannya masih sama. Wajah cantiknya akan bersemu merah jika sedang kelelahan. Sebenarnya, Cade jarang sekali melihat Keyra menampakkan wajah lelahnya mengingat waktu yang ia miliki dengan Keyra dulu tidak tergolong banyak.
Ah, seharusnya Cade berhenti menyebut nama ‘Keyra’. Perempuan di depannya ini sudah sangat menikmati hidup sebagai ‘Keyza’ selama empat tahun belakangan. Cade tidak peduli tentang nama dan identitas yang mungkin sengaja orangtuanya ubah. Cade hanya peduli fakta bahwa Keyza adalah Keyra. Istrinya empat tahun lalu.
“Cade, kamu nggak mau cerita tentang Keyra sekarang?”
Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Cade. “Nanti malem aja. Kan mau night driving.” Cade tidak bisa menyembunyikan ekspresi bahagia di wajahnya.
Tentu. Siapa yang tidak senang memiliki waktu berdua dengan gadis yang ia cintai? Cade tidak munafik. Membayangkannya saja, sudah mampu membuat dadanya bergemuruh bahagia.
Keyza mengangguk. “Anyway, aku baru tau kalau Meilleur bisa memiliki data perusahaan lain serinci itu.”
Cade paham. Keyza sedang membahas tentang dari mana Cade bisa tahu nomor apartementnya, juga tentang fakta ia menyukai bunga mawar.
“Iya. Kerjaan CEO. Pak Gerald. Dia serinci itu orangnya.”
Keyza mengangguk lagi. Lalu tangannya terangkat untuk membenarkan kembali ikatan rambutnya. Namun, tanpa disangka siku gadis itu mengenai cangkir di meja. Keyza sempat teriak karena terkejut. Coffeelattenya tumpah tepat di bajunya.
Dengan gerakan refleks, Cade mengambil banyak tisu dan membantu Keyza membersihkan noda kopi yang sebenarnya tidak mudah hilang. Keyza mengeluh tertahan. Ada-ada aja sih.
Helaan napas berat yang keluar dari sela bibir Keyza cukup terasa di permukaan wajah Cade yang memang saat ini posisinya sangat dekat dengan Keyza.
Cade tanpa sadar tersenyum gemas. Tangannya tetap berusaha membersihkan noda tanpa mengatakan apapun sampai satu kata yang keluar dari bibir Keyza membuatnya bergerak cepat menjauh untuk mengambil jaket miliknya.
Keyza mengatakan hal itu dengan suara yang sangat rendah, “Lengket.”
Cade menarik tangan Keyza untuk berdiri lalu tubuhnya mendekat. Kedua tangan Cade bergerak cepat untuk memakaikan jaketnya di kedua sisi pundak Keyza.
Lalu ia berbisik, “Ganti aja bajunya. Pakai jaket aku.” Tatapannya mengarah ke lorong di mana kamar mandi berada.
Keyza mengangguk gugup. Posisi Cade terlalu dekat dengannya. Mungkin saat ini, Cade dapat melihat wajah Keyza yang semakin memerah.
“Nggak usah malu. Kamu nggak sendirian. Aku tunggu di sini ya. Nggak kemana-mana.”
Kalimat terakhir dari Cade berhasil membuat kaki Keyza melangkah cepat menuju kamar mandi. Mencoba mengabaikan tatapan heran dari pengunjung lain di kafe ini.
Keyza bergerak cekatan untuk mengganti bajunya lalu memakai jaket Cade. Juga tidak lupa untuk menaikkan ritsleting sampai ke ujungnya. Kemudian menuju wastafel untuk sedikit membilas noda kopi di bajunya. Ia tidak ingin membuat Cade menunggu terlalu lama.
Jadi, setelah urusannya di kamar mandi selesai, kakinya kembali melangkah cepat menuju meja di mana ia dan Cade bersama tadi.
Namun, Cade tidak ada di sana. Keyza tidak takut, hanya saja ia sedikit panik karena dirinya tidak tahu arah pulang dari kafe ini. Ia belum hafal banyak tempat di Jakarta.
Netranya mengedar. Begitu pula tubuhnya yang bergerak ke sana dan ke sini mencari sosok laki-laki bernama Cade itu.
Kakinya tidak sabaran dan berjalan lebih cepat saat ia berhasil menemukan Cade yang sedang berdiri di samping mobilnya dengan tangan yang memegang handphone.
“Cade.”
Panggilan itu membuat sekujur tubuh Cade tersentak. Sial, ia lupa ada Keyza di kamar mandi.
“Aku cari kamu kemana-mana. Tadi, kamu bilang nggak akan kemana-mana, loh?” tanya Keyza dengan wajah yang sudah kembali memerah karena tubuhnya sudah sangat lelah.
“Maaf, Kay. Maaf banget. Tadi ada telpon penting dari temen. Anaknya sakit jadi aku bantu dia dulu. Maaf ya.”
Keyza mengabaikannya dan segera membuka pintu mobil. “Ayo pulang.”
-ayya.