154. she enchanted
Keyza berjalan gontai sambil membawa dua minuman kaleng menuju balkon apartementnya. Gaun tidurnya menjuntai cantik mengikuti setiap langkah kakinya. Begitu juga dengan rambut panjangnya yang tergurai indah.
Sudah dua jam berlalu sejak Byan mendatangi apartementnya untuk mengajaknya menonton film love and leashes yang baru saja rilis di Netflix. Setelah selesai menonton Byan mengajaknya ke balkon untuk menikmati udara malam yang sangat Keyza sukai.
Tangan kecil Keyza menyenggol pelan lengan laki-laki yang bersandar pada pembatas balkon kamarnya. Memberikan senyumnya lebih dulu sebelum minuman kaleng di tangannya.
“Udaranya beda sama di Paris, but still worth it lah. Thanks for your recommendation, Sir.” Keyza memulai pembicaraan lebih dulu. Lalu dengan mudah membuka tutup minuman kaleng miliknya.
“Maaf ya, Key. Karena aku, kamu jadi ikutan dikirim Papa ke sini.”
Keyza menoleh menatap paras rupawan di sampingnya. “Don’t need to say sorry, bi. I’m totally fine.Di sini ada keluarga aku, gimana bisa aku malah sedih?” Keyza menutup kalimatnya dengan tawa renyahnya yang menguar memenuhi indra pendengaran Byan.
Kali ini, Byan yang menatap dalam wanita di sampingnya. Wanita yang didatangkan Tuhan secara tiba-tiba untuk mengisi hatinya yang terluka 4 tahun lalu. Keyza di sana, selalu.
Sama halnya dengan yang dirasakan Keyza. Wanita itu menatap penuh arti ke langit gelap yang menaburkan bintang dengan acak. Keyza tersenyum manis. Merasa nyaman dan diam-diam bersyukur karena Tuhan mempertemukan dia dengan Byan.
“Key, let me ask something,” tanya dari bibir Byan sontak memecah keheningan yang sebelumnya sedang asyik menikmati bagaimana angin bermain ke sana kemari mengganggu letak rambut yang tertata.
Keyza menoleh. “Beneran deh, Bi. Kamu kok jadi tiba-tiba banyak basa-basinya sekarang?” Tawa di bibirnya menjeda kalimatnya. “Biasanya kamu tuh apa-apa langsung to the point. Akhir-akhir ini tumben nanya dulu gini.”
Byan tersenyum cerah mendengarnya. It’s always feels like home when i see your smile, Key.
“We’re in Indonesia now, baby. Lagian, kamu nggak tau ya, aku ini man with best manner ever tau.”
Keyza hanya mendecih kecil berbarengan dengan senyum yang semakin lebar sebagai respon dari perkataan Byan. Lalu menatap laki-laki itu untuk menunggu pertanyaan yang akan keluar dari bibirnya.
Tapi, yang dilakukan Byan malah sebaliknya. Byan memutar badannya lagi untuk menatap langit malam dan mengabaikan tatapan Keyza pada dirinya.
“Key, if you remember who are you, how your life had before, what important things you had before, are you going to leave me?”
Keyza termenung mendengar pertanyaan tidak terduga dari Byan. Keyza kira Byan akan melayangkan pertanyaan gurauan seperti yang biasa ia lakukan. Tapi, ternyata tebakannya meleset. Candaan yang sudah Keyza rencanakan untuk Byan mendadak lenyap.
Tatap Keyza berpindah mengikuti arah netra Byan tertuju.
“Bi, kamu pernah bilang kalau aku itu satu-satunya bintang jatuh yang Tuhan kirim untuk kamu di antara banyaknya bintang di langit. Kamu juga pernah bilang kalau aku sama kamu itu dipertemukan karena hal luar biasa yang aku sendiri sebenernya nggak inget dimana kita pertama kali ketemu selain di rumah sakit.”
Byan mendengarkan dengan seksama setiap kata yang Keyza sampaikan dengan tenang.
“Jadi, meski nanti aku berhasil bertemu bintang lainnya di langit, meski nanti aku berhasil ingat siapa bulan yang ada di sisiku sejak awal, kenyataan dan fakta bahwa kamu adalah rumah yang Tuhan kirim untuk aku itu nggak akan berubah.”
Keyza menjeda kalimatnya. Memorinya bergerak mundur. Mengingat dengan jelas bagaimana Byan ada di sana saat ia pertama kali membuka mata di kamar pasien. Keyza tidak akan pernah lupa bagaimana rasa takut dan kacau yang ia rasakan saat pertama kali tersadar dari 1 bulan masa komanya.
Keyza membuka mata layaknya anak bayi yang baru bertemu dunia kala itu. Fakta yang ia terima pertama kali dari dokter adalah bahwa ia menderita retrograde amnesia atau ketidakmampuan memunculkan kembali ingatan masa lalu. Dan sialnya, kondisi Keyza berada di titik terparah, ia tidak ingat siapapun termasuk dirinya sendiri.
Keyza ketakutan. Sangat. Bagaimana mungkin ia melanjutkan hidup sebagai orang normal sementara ia tidak tahu siapa dirinya. Tapi, kehadiran Byan—yang saat itu mengaku sebagai teman lamanya, membantu Keyza untuk bangkit.
Byan lah satu-satunya orang yang menemani Keyza melawan rasa takut itu. Byan yang menjaga dan merawatnya beberapa bulan sampai akhirnya Keyza dipertemukan oleh Mama Papanya yang menyusul ke Paris.
Sosok laki-laki itu terlalu berharga untuk Keyza. Menjalani kehidupan 3 tahun jauh dari orangtua atau negara asalnya tidak membuat Keyza khawatir sedikit pun. Karena ia tahu, Byan selalu di sana. Tangannya selalu terulur kapan pun Keyza memanggil namanya.
Keyza merelakan ingatan 3 tahun itu untuk hilang sejenak dan kembali menatap Byan di sampingnya.
“Bi, apapun itu, aku nggak yakin aku bisa kalau kamu nggak ada.”
Keyza sudah menunjukkan matanya yang mulai berlinang air mata. Dan saat itu, Byan merengkuh pundak gadis itu dengan lembut.
“Jangan nangis kali. Gimana gue bisa punya pacar coba kalau begini caranya. Lo nggak mau ditinggal banget.”
Tangan Keyza mengusap kasar matanya untuk mencegah air di sana turun. Kepalanya mendongak menatap wajah Byan yang jauh di atas pundaknya.
“Kamu nggak mau pacaran, Bi? Padahal kamu bilang satu tahun lalu, kamu lagi suka sama perempuan. Tapi, sampai sekarang aku nggak tau orangnya.” Keyza melipat kedua tangannya di depan dada. Punggungnya masih bersandar nyaman di lengan Byan.
Byan tertawa. “Kok masih inget sih, Key? Lucu banget.” Tangannya mengacak asal pucuk rambut Keyza.
Byan melontarkan pertanyaan lagi, “Kamu sendiri gimana? Kalau Cade ask you for dating with him? Kamu mau?”
Tiba-tiba Keyza menarik tubuhnya untuk berdiri tegap dan menatap tepat pada kedua netra Byan.
”I don’t know. Maybe yes if someone there doesn't stop joking me.”
Byan tersenyum tenang lalu menatap balik netra Keyza. Byan paham maksud dari kalimat Keyza barusan.
”Then go. Aku rasa ada yang harus Cade selesaikan sama kamu. Go to him, be brave. I’m here. I will never leave you.”
Jarinya bergerak halus untuk merapikan poni Keyza yang sudah berantakan akibat angin malam yang berlarian semakin kencang.
Sebelum Byan melangkahkan kakinya untuk meninggalkan balkon, satu tangan kecil itu menahan lengan kirinya.
“Aku nggak tau apa yang kamu sembunyiin tentang Cade. But promise me, call me when i walk too far.”
Byan tersenyum dan tangannya memindahkan tangan Keyza ke dalam genggamannya.
”I promise you.”
-ayya.