126. she
Langit malam ini bertaburkan cahaya bintang dan bulan yang saling beradu untuk mendapatkan pujian dari makhluk bumi. Sepoi angin malam ini pun sama. Berlari ke sana ke mari dengan damai tanpa mengganggu poni yang Keyza tata di samping kanan kirinya.
Mereka sudah sampai di tempat makan yang ditentukan. Cade yang memilih tempat ini. Tempat yang sempat membuat Keyza terdiam ketika keluar dari mobil berwarna hitam tadi.
Cade bukan mengajaknya dinner di restoran mahal dan terkenal. Juga bukan mengajaknya makan makanan khas Indonesia di dalam gedung-gedung mewah yang memenuhi kota Jakarta.
Cade membawa Keyza ke kios kecil di pinggir jalan.
Bubur mas gondrong. Itu nama yang tertera di spanduk yang terpampang. Keyza sempat heran tapi kemudian langkahnya mengikuti Cade untuk duduk di salah satu kursi yang tersedia.
“Mas, bubur komplit dua ya. Minumnya jeruk hangat dua.”
“Oke siap, Mister.” Tak Keyza sangka tukang bubur itu menjawab dengan tawa di wajahnya. Apa yang lucu?
“Kamu kenapa?” tanya Cade secara tiba-tiba. Keyza terdiam untuk sekedar memberikan ekspresi wajah yang seakan berkata, Emang aku kenapa?
Lalu Cade tersenyum kecil. Tatapannya beralih dari wajah Keyza ketika tangannya bergerak mengeluarkan handphone dari sakunya.
“Alis kamu. Dari tadi, bertaut terus … Kamu nggak suka bubur?”
Oh, alis aku … Hah? Dia merhatiin dari tadi?
“Suka. Tapi, udah lama banget nggak makan bubur. Apalagi bubur Indonesia asli. Terus, kayaknya kamu akrab sama tukangnya.”
“Iya, dulu sering ke sini.” Keyza merespon jawaban Cade dengan bergumam.
Jari panjang Cade berhenti mengulir layar handphone sejenak. Bibirnya bertanya penasaran, “Di Paris … kamu pernah makan bubur? Dibikinin Byan?”
Sesuai dugaan Cade, Keyza mengangguk-angguk. Cade ingin bertanya lebih jauh, tapi ia urung begitu melihat Keyza yang asik mengedarkan pandangannya melihat suasana sekitar.
“Aku kira, kamu mau dinner di restoran mewah. Ternyata kamu nggak ‘begitu’ ya?” Tatapan perempuan itu kembali berpadu dengan netra milik Cade.
Cade menelan ludahnya. Fokusnya mulai kacau hanya karena tatapan damai dari perempuan ini. Cade bukan lemah, ia hanya sedang menahan rindu.
“Nggak juga. Aku makan dimanapun aku mau.”
“Terus kok malem ini kamu kepikiran ngajak aku ke sini? Padahal ini pertama kalinya kan aku sama kamu dinner bareng?”
Cade lagi-lagi terdiam. Lidahnya sangat ingin mengatakan apa yang ada di dalam hatinya.
Bahwa kios kecil ini adalah tempat pertama kali Cade mentraktir Keyra makan dengan uang gaji pertama yang ia dapatkan. Tempat ini, yang menjadi saksi Cade menjatuhkan hatinya untuk Keyra.
Cade masih ingat dengan jelas malam itu. Saat pipinya terluka karena tamparan ayahnya. Keyra mengobati lukanya di sini. Tak lama setelahnya, Keyra juga mengobati beberapa anak jalanan yang terluka di kios ini.
Bubur ini, bubur yang selalu Cade berikan untuk Keyra ketika sakit. Bubur kesukaan Keyra.
Cade rindu. Sangat. Ia sampai tidak sadar bahwa alisnya kian menekuk, mencoba menahan rasa perih yang tiba-tiba terasa lebih menyakitkan.
“Cade? Kenapa? Kok tiba-tiba berkaca-kaca? Aku nyinggung kamu?”
Pertanyaan berderet. Pertanyaan berintonasi kekhawatiran. Pertanyaan yang Cade rindukan.
Cade menolehkan kepalanya. Menatap dalam netra coklat yang Keyza miliki.
Ini, tatapan gadisnya.
“Key … Kamu nggak inget rasa buburnya?” tanya Cade setelah ia sadar Keyza sudah menyendokkan bubur ke dalam mulutnya.
Keyza seketika terdiam. Dirinya berusaha mencerna maksud dari pertanyaan laki-laki berparas dingin ini.
“Maksudnya? Rasanya? Enak kok. Kamu pasti sering ke sini ya? Buburnya enak. Kamu pinter cari tempat.” jawab Keyza yang diakhiri dengan senyum manis di bibirnya.
“Oh iya, yang di whatsapp, kamu mau nanya apa?” Perempuan itu menoleh lagi.
Cade tersadar dari lamunannya. Dirinya dipaksa kembali untuk menerima fakta bahwa perempuan di depannya, tidak ingat apapun tentang dirinya, bahkan makanan kesukaannya.
“Kamu kenapa milih Paris?”
“Oh, itu. Karena Byan rekrut aku ke sana. Waktu itu Anahtar lagi butuh karyawan baru. Aku ikut tes dan lulus.”
Cade mengangguk sambil ikut menyendok bubur ke dalam mulutnya.
“Di Paris, kamu tinggal sama Byan? Orangtua kamu ngizinin?”
“Iya. Ngizinin. Mama sama Papa bilang, Byan ini temen aku yang paling mereka percaya. Katanya, aku nggak boleh percaya laki-laki lain selain Byan.” ujar Keyza dengan tawa yang menguar.
Cade mengangguk kecil. Jarinya bergerak sedikit gelisah di atas paha kanannya. Setelah menimang-nimang, Cade akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang selama ini bersarang di otaknya.
“Byan atau orangtua kamu pernah bilang kalau kamu korban kecelakaan?”
Deg. Jantung keduanya dengan tidak sengaja bergerak lebih cepat.
“Kamu tau dari mana? Kok bisa tau?” Keyra menatap Cade dengan rasa heran yang bertumpuk.
“Cade, kamu siapa sih sebenernya?”
Kali ini, Cade yang mengernyit bingung. Mulutnya menjawab spontan, “Direktur Meilleur. Temen baru kamu. Memang siapa lagi?”
Melihat ekspresi Keyza yang masih menatap selidik, Cade menambahkan, “Aku pernah denger itu dari salah satu karyawan Anahtar. Kamu nggak perlu seheran itu.”
Kali ini, Cade mengikuti kata batinnya. Ia tidak mau secepat ini memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak mau Keyza menerima fakta sebenarnya secara mendadak. Fakta bahwa ia sebenarnya sudah menikah, dan laki-laki di depannya adalah suaminya empat tahun lalu.
“Aku pernah kecelakaan mobil, kata mereka. Tapi, aku sendiri aja nggak inget. Kayaknya emang aku kena amnesia.”
Sementara Keyza mengernyit heran, Cade mengepalkan tangan kanannya. Menahan emosi dan perih yang ia rasa semakin menusuk.
Benar. Seratus persen. Dia Keyra. Keyra malang yang lupa ingatan. Oh God, i found her. My Key.
“Kamu pernah denger nama ‘Keyra’?” tanya Cade setelah Keyza terlihat lebih tenang.
“Selain dari kamu dan Angga, aku nggak pernah denger. Semua keluarga dan kenalan aku di Paris nggak ada yang namanya Keyra.”
Hening tercipta di antara keduanya. Bubur di mangkok Keyza sudah lebih dulu habis. Keyza suka.
Dan setelahnya, suara bariton Cade memecah keheningan tersebut, “Key … This is my last question for you tonight, but can you help me? Jawab aku walau aku tau, aku memang orang baru bagi kamu.”
Sejenak, Keyza dapat menyadari bahwa ia menahan napasnya. Menunggu dengan sedikit gugup dan penasaran tentang pertanyaan apa yang akan keluar dari bibir Cade.
”Sorry if you bothered by my question … But, Key, can you allow me, can you let me into your life?”
Keyza menahan napas di hidungnya. Ia tidak pernah berada di situasi seserius ini. Byan memang selalu mengejeknya dengan kalimat clingy yang lebih parah, tapi Keyza tahu itu semua hanya bualan. Berbeda dengan Cade saat ini.
Cade menatap dalam kedua bola mata indah itu, mengumpulkan satu kalimat yang ia tahan sejak 15 tahun lalu. Kali ini, Cade tidak mau memakai alasan apapun lagi.
“I like you, Key …”
Feb, 2022. -ayya.