00.20 am.

“Deefan! Gue balik duluan sama Tara. Teler banget ni anak. Lo balik sama si Gigi ya. Masih di dance floor bocahnya. Bye.” Kalimat Angga ketika berpamitan lima menit lalu itu lebih tepat disebut perintah yang tidak menerima penolakan.

Deefan menghela napasnya kasar. Sedikit menyesal karena menuruti ajakan awal Angga untuk bergabung dengan kedua temannya, Tara dan Gigi, di salah satu bar ternama di Jakarta sejak tiga jam lalu.

Setelah sesi perkenalan singkat yang dilakukan Deefan dan Angga saat tiba di sini, Gigi langsung memisahkan diri dan bergabung dengan pengunjung lain di dance floor. Sementara Tara dan Angga mengadakan sesi curhat dadakan yang berakhir dengan Tara mabuk berat.

Dari awal, Deefan mana tau kalau ternyata satu-satunya cewek di antara mereka sedang dilanda rasa patah hati, Gigi, teman cewek Angga yang baru saja putus cinta disebabkan kekasihnya yang berkhianat. Deefan sempat menjadi saksi bagaimana gadis itu menenggak lebih dari tiga gelas minumannya lalu berjalan acuh untuk menikmati alunan musik di tengah ruangan.

Sebenarnya alasan Deefan menyetujui ajakan Angga juga tidak jauh berbeda dengan Gigi. Mantannya tiga bulan lalu tiba-tiba hadir di apartemennya kemarin malam dan mencoba mengajak Deefan untuk kembali menjalin hubungan. Tentu saja penolakan yang Deefan berikan sebagai jawaban.

Deefan menghabiskan minumannya dengan sekali tenggak sebelum beranjak untuk menghampiri wanita dengan pakaian paling berbeda di antara para pengunjung wanita lainnya. Hanya ripped jeans yang dipadukan black crop top menutupi tubuh rampingnya.

“Gi, ayo balik. Gue anter.” bisik Deefan tepat di samping telinga Gigi.

Wajah tenang Deefan seketika berubah raut menjadi terkejut. Gigi memang mendengar perkataannya, namun yang dilakukan gadis itu bukan seperti yang dipikirkan Deefan. Gigi membalikkan tubuhnya dan melingkarkan tangannya di leher Deefan dengan cepat. Senyum manisnya masih dapat Deefan tangkap walau pencahayaan di sini sangat minim.

”Wanna dance with me, Dee?”

Mendengar pertanyaan Gigi, Deefan dapat menyimpulkan bahwa kesadaran gadis di depannya sudah mulai terenggut oleh pengaruh alkohol. Apalagi mendengar panggilan ‘Dee’ yang baru kali ini Deefan dengar dalam hidupnya. Deefan mendecak kecil. Ia tahu, urusannya untuk segera pulang tidak akan mudah setelah ini.

“Pulang. Gue ngantuk.”

“Nggak mau. Maunya dansa.”

“Pulang, Gi.”

Kalimat Deefan diabaikan. Gigi mulai menggerakkan kedua kakinya ke kanan dan kiri mengikuti irama. Dan secara spontan, Deefan memegang pinggul gadis di depannya karena tubuh Gigi yang sebenarnya sudah tak seimbang.

“Harusnya gue tuh sama Virgo ke tempat dansa. Gue udah dari lama nungguin waktu buat bisa nikmatin suasana malem kayak gini sama dia. Dan harusnya gue cium dia malem ini, di posisi ini.” Gigi mulai berceloteh dengan mata sayunya yang entah mengapa, bagi Deefan kedua matanya berbinar seperti anak kucing.

“Tapi, pas gue dateng dia malah dansa terus ciuman sama cewek lain. Cewek seksi. Pake dress yang gue rasa harganya belasan juta.“

Deefan masih dapat mendengar semua celotehan Gigi dengan baik walau suara musik di ruangan ini memekakkan telinganya. Fokusnya yang terkunci pada setiap langkah Gigi tidak terganggu. Beberapa kali tangan Deefan menarik tubuh Gigi untuk lebih mendekat demi menghindari terjadinya tubrukan dengan pengunjung lain. Deefan akui dalam hati, Gigi tetap wangi walau sudah beberapa jam berhimpitan di dance floor ini.

“Gue nggak insecure. Of course I know, I’m worth it. Tapi mungkin nggak sih, Virgo tega gituin gue karena gue nggak sesuai kriteria cewek jaman sekarang? Gue harusnya pake dress ketat gitu, ya? Cowok sukanya yang begitu? Kalau yang pake ripped jeans begini nggak suka?” tanya Gigi dengan gerakan kecil untuk melepas kedua tangannya dari leher Deefan, berniat untuk menunjuk dirinya sendiri. Namun gerakan itu dengan cepat ditahan Deefan. Cowok itu kembali mengaitkan kedua tangan Gigi pada lehernya.

Lalu Deefan mengalihkan fokusnya pada wajah Gigi yang mulai memerah.

“Suka. Tetep cantik.”

“Serius?” Gigi membulatkan kedua matanya. “Serius suka? Berati Virgo yang aneh, kan, bukan gue?”

Deefan berdeham singkat.

“Lo cantik selama lo jadi diri lo sendiri. Lo cantik di depan orang yang tepat. Apa pun pakaian lo.”

Perkataan Deefan mengakibatkan senyum manis terlukis di wajah Gigi. Sebenarnya Deefan sendiri juga tidak tahu apa alasannya mengatakan kalimat itu. Deefan hanya menyuarakan apa yang hatinya katakan saat ini. Deefan memang suka. Penampilan Gigi tidak ada yang salah baginya.

“Dee,” Kalimat Gigi yang menggantung menyebabkan Deefan mengerutkan dahinya. Tangan kanan gadis itu bergerak pelan merapikan rambut bagian depan Deefan yang sedikit menutupi matanya. Lalu secara teratur, jari telunjuknya turun untuk menyentuh hidung dan berakhir pada bibir lelaki itu.

“Udah pernah ciuman belum?”

Kerutan di dahi Deefan semakin kentara. Namun setelah menetralkan napasnya yang tiba-tiba terasa terburu, Deefan menjawab dengan setengah berbisik, “Udah.”

Gigi tidak terlihat terkejut mendengar jawaban yang ia dapatkan. Ia juga tidak terlihat peduli. Jari telunjuk Gigi belum berniat untuk berpindah tempat walau sebuah senyum tipis sudah terukir di sana.

“Gue belum,”

“Ini basah. Lo abis minum tadi?”

Deefan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

I wanna try. Sekarang.”

“Cobain apa?”

Your lips.” Gigi mengusap pelan ranum lembab itu.

Deefan menatap gadis di depannya dengan alis yang terangkat sebelah. Belum lima menit gadis itu menceritakan tentang kekecewaannya pada kekasihnya, juga belum sampai empat jam mereka berkomunikasi malam ini, tapi dengan sisa-sisa kesadarannya Gigi menyiratkan keinginan untuk mencium Deefan.

I am a stranger for you, am I? Nanti pas sadar, lo nyesel,” jawab Deefan dengan tenang. Berusaha menelisik lebih dalam kedua netra cokelat yang menatapnya tenang, tanpa ada keraguan di sana.

“Lo kan temennya Angga.”

Deefan tersenyum. Telapak tangannya mengusap singkat pinggang Gigi yang terbuka.

Kemudian tatapan Gigi terjatuh tepat pada kedua iris matanya, “Just kiss me.”

Maka ketika Gigi sedikit berjinjit untuk mencapai kedua labium lembab itu, si empunya sudah lebih dulu menunduk untuk menyatukan dahi dan bibir keduanya.

Setelah memberikan beberapa kecupan basah di sana, Deefan memundurkan sedikit wajahnya, sadar akan aroma stroberi yang menguar dari bibir kecil di depannya. Padahal Gigi sudah meneguk cukup banyak alkohol malam ini.

“Suka stroberi?” tanyanya. Sontak Gigi membuka kedua matanya yang sebelumnya sudah terpejam.

Belum sempat Gigi melontarkan tanya ‘kenapa?’, Deefan sudah lebih dulu mendekatkan kembali bibirnya.

“Good girl. I like strawberry too.”

Gerakan intens Deefan saat merangkul pinggang dan menahan bagian belakang leher Gigi berhasil mendatangkan ribuan kupu-kupu di perut gadis itu. Dadanya bergemuruh ricuh. Apalagi saat laki-laki di depannya itu menggigit kecil bibir bawahnya guna memperdalam ciuman keduanya.

Pengaruh alkohol yang sebelumnya sudah memberi efek pusing pada Gigi semakin terasa menyiksa. Namun kali ini Gigi rasa penyebabnya bukan lagi hanya karena alkohol itu, kecapan manis yang diberikan Deefan pada bibir dan seluruh bagian mulutnya ikut andil menjadi pemicunya.

Gigi tidak bohong dengan pengakuannya yang mengatakan ia belum pernah berciuman. Dengan pengetahuan yang hanya ia dapatkan dari adegan film, keberaniannya menguasai dirinya untuk membalas lumatan yang ia terima. Gigi tidak mau kalah dengan ciuman dalam yang Deefan berikan. Bahkan tangan mungil gadis itu sudah meremas pelan bagian belakang kepala Deefan. Berusaha mengimbangi isapan di bibirnya.

Malam ini, akhirnya Gigi berhasil memenuhi rasa penasarannya mengenai pertanyaan bodoh yang selalu mendapat pukulan dari Yeri, ”Ciuman rasanya gimana sih?”

Deefan memberi tahu Gigi perasaan itu dengan menyerap habis energi di tubuhnya, jantungnya berdetak dengan ritme yang lebih cepat dari biasanya, napasnya yang mulai terasa tersenggal karena lumatan Deefan di bibirnya, juga perutnya yang terasa sangat menggelitik sampai kakinya yang terasa lemas. Tentu saja tidak lupa dengan rasa manis yang diberikan bibir Deefan. Gigi bersumpah dalam hati, ia tidak akan melupakan ciuman ini. Kebiasaan buruknya dalam mengingat kejadian saat dirinya dikuasi alkohol harus segera ia hilangkan. Ia akan berusaha mengingat ini semua besok pagi.

Meskipun Deefan tahu mencium wanita yang tidak sepenuhnya sadar bukan hal yang bisa dibenarkan, lelaki itu tidak berniat untuk melepas penyatuan bibir mereka. Bahkan setelah ciumannya terlepas untuk sekedar memberi kesempatan Gigi mengisi pasokan udara di dadanya, Deefan menarik Gigi menuju sudut ruangan untuk kembali mencium bibirnya.

Deefan tersenyum tipis saat lenguhan pelan Gigi terdengar. Lalu tangan kanannya bergerak mengunci pergerakan Gigi di dinding. Sementara tangan lainnya menahan tengkuk gadis itu agar bibirnya tetap terbuka.

“This is your first kiss, but I swear, you’re a good kisser. Dangerous girl,”

Gigi tersenyum tepat di depan bibir lelaki asing yang mendengar celotehannya dengan baik sedari tadi, lelaki yang mengambil ciuman pertamanya.

“Lagi. Kiss me till my lips becomes a mess.”

Dan tentu saja, Deefan menuruti gadis itu.